Saya sedang online, silahkan masuk

11.19.2008

Situs Pasir Angin

Topeng emas,
asal Pasir Angin Situs Pasir Angin, terletak di dalam Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang dan secara geogrfis terletak pada koordinat 106° 38'389" BT dan 06ยบ34'524" LS.

Situs terletak pada sebuah bukit kecil dengan ketinggian ± 210 di atas permukaan laut, terletak di sebelah utara Sungai Cianten. Di permukaan bukit ini terdapat sebuah monolit setinggi 1,20 m di ukur dari muka tanah. Batu tersebut mempunyai bidang datar dan yang terlebar berukuran ± 1 m, menghadap tepat ke arah timur.
Situs Pasir Angin pernah diteliti dalam tahun 1970,1971,1972,1973, 1975 oleh Tim dari Puslitarkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) di bawah pimpinan R.P. Soejono, hasil ekskavasi menemukan artefak-artefak yang dibuat dari batu, besi, perunggu, tanah liat, obsidian, kaca, gerabah. Benda-benda temuan antara lain berupa beliung persegi, kapak corong dengan tangkai berbentuk ekor burung seriti, kapak perunggu berbentuk candrasa, tongkat perunggu, bandul kalung perunggu, manik-manik batu dan kaca, ujung tombak, kapak besi, gerabah serta alat-alat obsidian. Semua benda tersebut terdapat dalam satu konteks di sekitar monolit dan merupakan peninggalan prasejarah yang unik, hampir semua benda temuan menghadap ke arah bidang datar utama monolit yang menghadap ke timur. Hal ini berati bahwa kegiatan yeng mencakup benda-benda tersebut dipusatkan pada batu besar ini yang merupakan ciri aspek kepercayaan megalitik yang telah berkembang pada tingkat neolitik dengan masyarakat yang hidup dengan bercocok tanam.
Dengan membandingkan jumlah dan tipe benda-benda temuan, diperkirakan bahwa Pasir Angin merupakan sebuah situs yang pernah dihuni pada masa Logam Awal (perundagian) di Indonesia pada 600-200 Sebelum Masehi. Hasil sementara analisa C-14 terhadap arang yang didapatkan disini. Dari 12 contoh arang yang telah dikirim ke ANU (Australia National University) di Canberra untuk analisa C-14, 4 buah contoh telah menghasilkan pertanggalan absolut yang berkisar 1000 Sebelum Masehi-1000 Masehi. Hal ini akan berati bahwa dalam masa kurang lebih 2000 tahun, situs Pasir Angin menjadi penting karena selama prasejarah, proto-sejarah dan masa sejarah, upacara megalitik terus diselenggarakan.
Tentang asal-usul kebudayaan perunggu di Indonesia Van Hekern menyatakan berasal dari Asia Tenggara daratan. Kemudian muncul dugaan bahwa perunggu di Jawa berasal dari Vietnam. Demikan memungkinkan sebagian artefak-artefak perunggu menjadi barang yang berharga dan terbatas pemiliknya. Diperkirakan pemilik artefak perunggu kemungkinan terbatas pada kalangan penguasa atau tokoh masyarakat, sedangkan penduduk lainnya secara keseluruhan masih tetap menggunakan alat-alat batu. Langkanya bahan dasar maka barang perunggu bekas dilebur kembali untuk dijadikan barang baru. Hasil ekskavasi di beberapa situs perundagian menunjukkan perunggu yang ditemukan di Indonesia pada umumnya merupakan temuan yang terkait dengan aktivitas penguburan, demikian pula dengan perunggu di situs Pasir Angin.
Gambaran umum masyarakat masa perundagian di Indonesia adalah merupakan masyarakat yang tinggal di desa-desa, di pegunungan, di dataran rendah, tepian danau, tepi sungai, di tepi pantai dalam tatanan yang makin teratur dan terpimpin. Manusia bertempat tinggal dan telah mengenal perkampungan-perkampungan besar, kehidupan sosial budaya yang tinggi, timbul golongan-golongan terampil. Salah satu kegiatan yang menonjol pada masa ini adalah berkembangnya teknik penuangan logam. Kemahiran teknik tuang dan peleburan logam menimbulkan diciptakannya artefak-artefak perunggu, misalnya berbagai bentuk kapak, nekara, moko, perhiasan dan mata panah. Artefak perunggu tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ada pula yang digunakan sebagai artefak upacara. Artefak upacara umumnya ditandai oleh cara pengerjaan yang diperindah dengan berbagai pola hias.
Kehidupan masyarakat yang berlangsung di wilayah Pasir Angin pada masanya telah banyak menghasilkan benda-benda perunggu, terutama kapak-kapak dalam berbagai bentuk dan variasi, nekara, manik-manik batu dan kaca, gerabah berhias maupun polos dan lain sebagainya, memperlihatkan bahwa telah meluas kemahiran teknik menuang perunggu dan pemakain pola hias geometrik. Khusus di Jawa Barat pembuatan kapak perunggu sangat intensif, terutama kapak corong dengan tangkai berbentuk ekor burung seriti dan tipe candrasa yaitu kapak tipe khusus yang hanya dipergunakan untuk upacara. Demikian pula aspek kepercayaan menonjolkan pemujaan kepada arwah nenek-moyang makin meluas dan mencapai bentuk yang kompleks.
Artefak perunggu merupakan hasil dari teknologi tinggi pada masa itu, sehingga dapat dikatakan sebagai barang langka yang tentu mahal harganya dan sulit diperolehnya. Oleh karena itu diperkirakan perunggu pada masa lampau mempunyai nilai yang sangat tinggi, dan hanya dapat dimiliki oleh para tokoh atau pemimpin yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat. Artefak perunggu situs Pasir Angin diidentifikasi sebagi situs pemujaan di daerah pedalaman
Temuan perunggu di situs Pasir Angin, merupakan hasil dari suatu kegiatan teknologi, karena perunggu adalah campuran antara
Pintu masuk ke lokasi objek wisata budaya
Situs Pasir Angin tembaga sebagai logam dasar dengan logam lain seperti arsenikum, timah atau timbel dengan perbandingan tertentu. Oleh karena itu perunggu yang ditemukan si situs-situs masa perundagian kadang-kadang ditemukan dengan komposisi campuran unsur logam yang berbeda satu sama lain, dan ada pula yang menambahkan mineral casiterit ke dalam tembaga cair di dalam kowi. Unsur tambahan tersebut secara langsung sebagai bawaan dari bahan yang digunakan maupun sengaja ditambahkan karena maksud-maksud tertentu.
Kompleksitas campuran ini diduga karena semakin berkembang atau semakin tingginya pengetahuan manusia tentang aspek metalurgi. Disamping itu setiap perunggu dengan campuran berbeda akan menghasilkan kilap atau warna logam yang berbeda pula. Diperkirakan adanya warna logam inilah yang menjadikan benda menarik perhatian manusia yang kemudian dihubungkan dengan sifat-sifat magis dan pada akhirnya disakralkan.
Perunggu situs Pasir Angin umumnya mengandung timbel tinggi (berlebihan), hal ini merupakan tindakan yang disengaja karena perunggu dengan kandungan timbel tinggi akan memberikan efek warna yang mengkilap terang sehingga menjadi sangat menarik dan menimbulkan nilai magis bagi yang melihatnya. Secara teknik perunggu dengan kandungan timbel tinggi mempermudah dalam proses penungangan (pencetakan), karena merupakan perunggu yang lunak dan mudah dibentuk.
Teknik pembuatan yang digunakan adalah mengacu kepada hasil analisis metalografi dan etnografi. Secara umum menunjukkan bahwa teknik pembuatan yang pernah digunakan pada perunggu Pasir Angin terbagai menjadi tiga yitu: (1) teknik pembuatan perunggu secara cetak dengan pendinginan cepat, (2) teknik pembuatan perunggu secara cetak dengan pendinginan lambat, (3) teknik pembuatan perunggu secara cetak dengan tambahan pengotor.
Temuan arca yang ada Situs Pasir Angin Pada temuan gerabah tampak adanya kemahiran teknik pengerjaan dengan tangan. Untuk hiasan teknik menggores dengan motif jalur, jala dan teknik cap dengan motif hias tali. Manik-manik dibuat dari batu korneol dan berbentuk heksagonalsetangkup terpancung. Motif spiral (pilin) dan lingkaran diterapkan pada arca manusia dan tongkat perunggu. Di beberapa tempat temuan perunggu, besi dan gerabah didapatkan juga batu-batu bulat pipih serta serpihan obsidian yang mungkin ditaburkan sebagai bagian dari bahan keperluan upacara.
Situs Pasir Angin dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai objek wisata sejarah, dengan koleksi artefak yang unik dan variatif dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan, khususnya pelajar/mahasiswa, dalam memberi pengenalan dan pemahaman sejarah lokal maupun sejarah Indonesia.

Tidak ada komentar: