Saya sedang online, silahkan masuk

11.25.2008

Rumah sakit Dustira

Rumah sakit Dustira terletak di Jalan Ahmad Yani Cimahi, termasuk dalam wilayah Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Utara. Secara geografis berada pada koordinat 06º 88’ 685’’ LS dan 107º 53’ 620’’ BT, dengan ketinggian 758 m di atas permukaan laut. Rumah sakit Dustira dapat dijangkau dengan mudah menggunakan roda 2 ataupun roda 4, baik kendaraan pribadi maun umum. Untuk menuju ke lokasi dari Kota Bandung dapat dicapai dengan kendaraan umum (angkot Stasiun Hall – Cimahi ) ± 20 km ke arah barat.

Rumah Sakit Dustira dibangun pada tahun 1887 sebagai rumah sakit Militer (Militare Hospital) pada masa penjajahan Hindia-Belanda, dengan tanah seluas 14 hektar, untuk keperluan militer Hindia Belanda yang bertugas di daerah Cimahi dan sekitarnya. Hal dapat dimaklumi di daerah Cimahi didirikan fasiltas militer Pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk memperkuat pertahanan militernya di daerah Bandung, Cimahi dan sekitarnya. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini dipergunakan sebagai tempat perawatan tawanan tentara Belanda dan perawatan tentara Jepang. Pada tahun 1945-1947 dikuasai kembali oleh NICA.
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Kerajaan Belanda (1949), Militare Hospital (Rumah Sakit Dustira) diserahkan oleh militer Belanda kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Letkol Dokter Kornel Singawinata. Sejak saat itu rumah sakit ini diganti namanya Rumah Sakit Territorium III dengan Letkol Dokter Kornel Singawinata sebagai kepala rumah sakit yang pertama. Tetapi pada tanggal 19 Mei 1956 pada saat perayaan Hari Ulang Tahun Territorium III/Siliwangi yang ke-10, Panglima Territorium III/Siliwangi, Kolonel Kawilarang, menetapkan nama rumah sakit ini dengan nama Rumah sakit Dustira. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghargaan terhadap jasa-jasa Mayor dr. Dustira Prawiraamidjaya yang telah menunjukan itikad dan patriotismenya membantu para pejuang di medan peperangan dan memberikan pertolongan para korban peperangan terutama untuk wilayah atau front Padalarang. Tetapi pada perkembangan selanjutnya Rumah Sakit Dustira, bukan saja menerima pasien dari kalangan militer tetapi masyarakat umum.
Bangunan ini berarsitektur eropa (artdeco). Bagian bangunan yang masih menampakan kekunoaan, terlihat pada bangunan bagian depan, pada bagian atap bangunan dan dinding bangunan. Sedangkan pagar halaman telah mengalami perubahan atau penggatian (pagar besi). Genteng masih menggunakan genteng gelombang, struktur kerangka atap menggunakan kayu dan dinding berwarna putih, dengan bagian kaki dilapisi lepahan semen.
Rumah Sakit Dustira sampai sekarang masih digunakan sebagai rumah sakit untuk merawat pasien, tetapi untuk masa sekarang dan masa depan dapat dikembangkan sebagai objek wisata sejarah, terutama untuk para mahasiswa kedokteran dan para pelajar. Bila mahasiswa kedokteran atau pelajar diberi kesempatan untuk berwisata di Rumah sakit Dustira, mereka akan lebih mengenal arti perjuangan dr. Dustira Prawiraamidjaya yang telah mendarmabaktikan untuk mempertahankan kemerdekaan. Di samping itu untuk menanamkan dan meningkat rasanasionalisme untuk generasi penerus.


Tidak ada komentar: