Saya sedang online, silahkan masuk

11.25.2008

Kabupaten Tasikmalaya

Wilayah kabupaten berbatasan dengan Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah pegunungan, dengan puncaknya Gunung Galunggung dan Gunung Telagabodas. Tasikmalaya memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata di dataran rendah 20°-34° C dan di dataran tinggi 18°-22° C. Curah hujan rata-rata 2.072 mm/tahun

Penduduk Kabupaten Tasikmalaya setelah 5 tahun terpisah dengan kota Tasikmalaya berkembang dari sebanyak 1.535.859 orang pada tahun 2001 menjadi 1.645.971 orang pada tahun 2005 dengan luas wilayah seluas 2.563,35 Km2 maka rata-rata kepadatan penduduk per Kilo meter persegi adalah 642 penduduk.

Sejarah Kabupaten Tasikmalaya
Pada abad ke-7 sampai abad ke-12 di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap sah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Sang Batari mengemukakan ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.
Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.Rakeyan Mundinglaya Siliwangi I Rd. Samadullah Surawisesa Mundinglayadikusumah Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Gantangan Sang Sri Jaya Dewata / Ki Ageng Pamanah Rasa / Sunan Pagulingan / Kebo Kenongo / Rd. Kumetir / Layang KumetirRakeyan Mundingwangi Siliwangi II Rd. Salalangu Layakusumah Sri Paduka Maharaja Prabu Guru Dewata Prana Sang Prabu Guru Ratu Dewata / Kebo Anabrang ?Rakeyan Mundingsari /Mundingkawati Siliwangi III Tumenggung Cakrabuana Wangsa Gopa Prana Sang Prabu Walangsungsang Dalem Martasinga Syekh Rachmat Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati I Ki Ageng Pamanahan/Kebo Mundaran?
Masa kedatangan Belanda dalam periode selanjutnya adalah pemerintahan di Sukapura yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah Priangan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau Jawa pada awal abad ke-17 Masehi: Mataram, Banten, dan VOC yang berkedudukan di Batavia. Wirawangsa sebagai penguasa Sukakerta kemudian diangkat menjadi Bupati daerah Sukapura, dengan gelar Wiradadaha I, sebagai hadiah dari Sultan Agung Mataram atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan Dipati Ukur. Ibukota negeri yang awalnya di Dayeuh Tengah, kemudian dipindah ke Leuwiloa Sukaraja dan “negara” disebut “Sukapura”.
Pada masa pemerintahan R.T. Surialaga (1813-1814) ibukota Kabupaten Sukapura dipindahkan ke Sukapura. Kemudian pada masa pemerintahan Wiradadaha VIII ibukota dipindahkan ke Manonjaya (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan Belanda dalam menghadapi Diponegoro. Latar belakang pemindahan ini cenderung berrdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan Belanda. Pada waktu itu daerah Galunggung yang subur menjadi penghasil kopi dan nila. Sebelum diekspor melalui Batavia terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak Manonjaya kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di Galunggung. Nama Kabupaten Sukapura pada tahun 1913 diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya dengan R.A.A Wiratanuningrat (1908-1937) sebagai Bupatinya.Tanggal 21 Agustus 1111 Masehi dijadikan Hari Jadi Tasikmalaya berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang dibuat sebagai tanda upacara pentasbihan atau penobatan Batari Hyang sebagai Penguasa di Galunggung.
Rentang sejarah yang cukup panjang di daerah Kabupaten Tasikmalaya meninggalkan jejak tinggalan budaya yang cukup beragam. Jejak-jejak tersebut merekam kehidupan dari masa prasejarah hingga ke masa sejarah, bahkan terdapat juga aktivits masyarakat sekarang yang masih berpegang pada tradisi lama.
Untuk mengenal dan mengetahui tinggalan budaya (tangible) berupa peninggalan sejarah dan purbakala sekaligus juga kandungan nilai sejarah dan budayanya yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu sebagai berikut :


Tidak ada komentar: