Monumen Rawa Gede
Setelah peristiwa Rengasdengklok yang mengantarkan proklamasi kemerdekaan RI, Karawang menyimpan peristiwa tragis di Rawagede. Peristiwa ini mengilhami Chairil Anwar menulis puisi Antara Karawang Bekasi. Di lokasi terjadinya peristiwa tragis tersebut sekarang telah dibangun Monumen Rawagede. Monumen ini berada di pinggir jalan sebelah utara, Dusun Rawagede, Desa Rawagede, Kecamatan Rawamerta, tepatnya pada koordinat 060 14' 283" Lintang Selatan dan 1070 19' 599" Bujur Timur. Komplek monumen berpagar tembok. Lingkungan di sekitar monumen berupa perkampungan dan persawahan.
Monumen RawagedeBangunan monumen yang dibangun mulai November 1995 dan diresmikan pada 12 Juli 1996 ini terdiri dua lantai. Pada ruang lantai bawah terdapat diorama peristiwa pembantaian warga oleh tentara Belanda. Dinding luar bagian bawah dihias relief yang menggambarkan peristiwa perjuangan rakyat Karawang. Khusus panil bagian belakang relief menggambarkan perjuangan rakyat Karawang di daerah Rawagede saat mempertaruhkan nyawa demi tegaknya kemerdekaan. Di lantai atas terdapat patung perunggu yang menggambarkan seorang ibu yang dipangkuannya terkulai tubuh suami dan anaknya yang tewas ditembak. Di belakang panil tersebut terdapat stela yang diisi penggalan puisi Antara Karawang Bekasi karya Chairil Anwar. Bangunan monumen melambangkan proklamasi kemerdekaan RI. Anak tangga menuju lantai atas berjumlah 17 melambangkan tanggal 17. Denah bangunan lantai dasarbersegi delapan melambangkan bulan delapan. Bagian puncak berbentuk piramid yang terbagi empat setinggi 5 m melambangkan tahun 1945.
Di belakang bangunan monumen terdapat halaman yang fungsinya untuk tempat upacara dan juga sebagai penghubung antara bangunan monumen dengan makam pahlawan yag berada di sebelah utaranya. Halaman ini juga dimaksudkan sebagai lambang jembatan emas perjuangan bangsa Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. Makam pahlawan di bagian belakang diberi nama Sampurna Raga. Di samping timur jalan masuk makam pahlawan terdapat data korban peristiwa tindakan militer Belanda di Rawagede. Jumlah korban tersebut terdiri peristiwa 9 Desember 1947 sebnyak 431 orang, kurun waktu antara Januari sampai Oktober 1948 sebanyak 43 orang, dan korban pada kurun waktu Juli sampai November 1950 sebanyak 17 orang. Dari sekian korban tersebut yang dimakamkan di taman makam pahlawan Sampurna Raga sebanyak 181 orang.
Peristiwa tragis Rawagede terjadi pada 9 Desember 1947 dimulai sekitar pukul 4 subuh. Ketika itu di saat hujan turun dengan lebatnya, militer Belanda melakukan penggeledahan ke rumah-rumah penduduk. Setiap yang ditemuakn terutama laki-laki dikumpulkan di tanah lapang. Mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang yang menyembunyikan Bapak Kapten Lukas Kustaryo selaku Danki Resimen VI Jakarta. Semua warga tidak ada yang menjawab sehingga terjadi pembantaian oleh militer Belanda.
Salah satu diorama yang ada di
Monumen RawagedeDengan adanya monumen ini generasi penerus akan dapat menghayati kegigihan masyarakat pada waktu itu daam rangka mempertahankan kemerdekaan. Letaknya yang sangat strategis, mudah dijangkau, dan berada pada lokasi peristiwa menjadikan monumen ini sangat memberi arti bagi pendidikan perjuangan kepada generasi penerus. Monumen ini sekarang dikelola oleh Yayasan Rawagede di bawah pimpinan Bapak K. Sukarman HD.
Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106º 55' BT -107º 55' BT dan 06º 15' LS. Letaknya berbatasan langsung dengan DKI Jakarta menempatkan kota Bekasi menjadi kota penyangga (hinterland) disebelah timur ibukota Negara Republik Indonesia. Kemudahan akan sarana transportasi yang terpadu dan memadai dari dan ke ibukota menyebabkan meningkatnya migrasi penduduk Jakarta ke Bekasi. Batas-batas wilayah Kota Bekasi; sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi, sebelah selatan dengan Kabupaten Bogor dan sebelah barat berbatasan dengan DKI Jakarta. Cuaca Kota Bekasi relatif panas dengan suhu rata-srata antara 18º-23º C dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari dengan curah hujan tersesar 1.283 mm³.
Nama “Bekasi” memiliki arti dan nilai sejarah yang khas, berdasar Prasasti Tugu yang ditemukan di daerah Tugu (Cilincing Jakarta), yang isinya menyatakan bahwa Raja Purnawarman memerintahkan untuk menggali kali Candrabhaga sampai istananya. Penggalian ini dimaksudkan untuk mengairi sawah dan menghindari dari bencana banjir yang kerapkali melanda Kerajaan Tarumanagara. Secara filologi kata Bekasi berasal dari kata Candrabhaga, candra berarti bulan (sama dengan kata sasi dalam bahasa Jawa kuno) dan bhaga yang berarti bagian. Lafal Candrabhaga berubah menjadi Sehingga atau Bhagasasi. Pengucapan kedua kata tersebut sering disingkat menjadi Bhasi kemudian berubah menjadi Bekasi. Candrabhaga atau Bekasi diduga merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara.
Selain prasasti tugu (abad ke 5), keberadaan Bekasi itu paling tidak suda ada jauh sebelum berdirinya Kerajaan Tarumanagara, pada sekitar abad ke-2-4 M, setelah para arkeolog melakukan penelitian arkeologis di Buni yang merupakan kawasan warisan budaya yang banyak ditemukan gerabah-gerabah kuna, perhiasan emas dan kubur manusianya dan lain-lain. Selanjutnya Bekasi diduga menjadi bagian dari Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran (Bogor sekarang) pada abad ke 14-16 M, kalau dilihat dari peranan sungai Bekasi sebagai pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi oleh pedagang. Sungai Bekasi dan Sungai Cisadane memiliki akses langsung terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ketangan Fatahilah kemudian namanya diganti menjadi Jayakarta artinya kota yang mendapat kemenangan pada tanggal 22 Juni 1527. Bekasi tetap merupakan pelabuhan transit bagi pelabuhan Sunda Kelapa. Jayakarta jatuh ke tangan VOC pada tanggal 30 Mei 1619, sejak itulah Jayakarta diubah namanya menjadi kota Batavia.
Peristiwa penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia (1628-1629) yang cukup memberi warna sejarah bagi masyarakat Bekasi, karena kedatangan tentara Mataram (budaya Jawa) banyak berpengaruh terhadap budaya masyarakat Bekasi. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Bekasi kemudian menjadi dalah stau distrik Regetschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regetschap Meester Cornelis terbagi menjadi empat distrik yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. Saat itu secara formal Bekasi dikenal sebagai salah satu ibukota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
11.19.2008
Monumen Rawa Gede Kota Bogor
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar